Stagnan Tanpa Lanjutan
Sabtu, 29 Desember 2012
Tiba-tiba
inspirasiku mati. Imajinasiku tak pernah lebih dari hitungan menit, kemudian
lenyap tanpa hasil. Tak pernah menjejak pasti, ngambang, melayang, lalu hilang.
Selalu seperti itu. Tak pernah lebih dari beberapa bait kalimat yang bisa aku
tuliskan. Kemudian stagnan, tanpa lanjutan.
Aku mencoba
menajamkan, mengasahnya. Tapi tak pernah lebih tajam dari biasanya. Ternyata aku
tak mampu mengolah kata hingga imajinasiku tak pernah menjadi suatu tulisan yang enak dibaca.
Hah .. Ternyata menghela nafas jauh lebih mudah. Ternyata menulis
diary jauh lebih gampang daripada sekedar menuliskan imajinasi yang ada dalam daya hayalku. Tunggu,
atau aku tak bisa menghayal? Menghayal saja tidak bisa. Payah.
Menuliskan segala
sesuatu tentang diri sendiri lebih mudah. Menuliskan sesuatu yang berasal dari
sini, hati, jauh lebih gampang. Sesuatu yang
dirasakan jauh lebih mudah digambarkan daripada hanya sekedar hayalan. Karena mungkin
perasaan adalah hal yang paling nyata walau tanpa wujud, tanpa pernah bisa
ditatap.
Mungkin bahagia,
tawa, duka, lelah, tangisan, kecewa,
bosan, dan kekosongan adalah kenyataan yang paling nyata walau tak pernah tau
sosoknya seperti apa. Kenyataan yang selalu ada dalam setiap 24 jam kehidupan.
Kenyataan memang selalu lebih mudah untuk dituliskan, bagiku.
Diposting oleh Yully Aswita di 23.27 0 komentar
Surat yang Tak Pernah Sampai - Dee
Jumat, 28 Desember 2012
Suratmu itu tidak akan pernah terkirim, karena sebenarnya kamu hanya ingin berbicara pada dirimu sendiri. Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam… tentang dia.
Diposting oleh Yully Aswita di 16.49 0 komentar
Dedicated for Mami, IVTC3
Rabu, 26 Desember 2012
Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah.
Dalam kantuk yang kian mengutuk, dalam malam yang semakin lelah,
sebait lagu itu mampu menenggelamkan aku dalam kenangan, datang disetiap sudut
ingatan, menghadiahi sebait rindu yang pada akhirnya pecah menjadi tangisan, air
mata. Kenangan memang selalu begitu, mampu menghadiahi air mata.
Aku yakin hampir semua orang mengatakan masa SMA adalah masa-masa
sekolah yang paling menyenangkan, penuh kejutan, penuh warna. Wajar saja,
karena yang ditemukan saat SMA tak lain dan tak bukan “Cinta dan Persahabatan”
Aku menemukan “IVTC3”, yang tak akan tergantikan, yang tak akan
terlupakan. Tak peduli mereka melupakan tapi yang pasti IVTC3 punya tempat
tersendiri di ingatan, di hati.
IVTC3, Aku, Maya, Mami. The babies. Berbicara seperti balita,
bertingkah seperti balita. Atu
tangen tali tama momen momen taya ditu Mami, tatak Aya. Talian tangen ndak? Kalian tau, aku rasa tak ada yang
mampu menandingi kita bertiga jika harus berbicara seperti itu.
IVTC3 punya banyak ingatan yang sayang untuk dibuang, makan bekal
saat nonton di bioskop, menertawakan koko koko China yang nabrak pintu mall,
berantakin kamar Mami, main salon-salonan, photo-photo dimanapun, Mami kabur ke
rumahku dan Maya dengan polosnya mengantarkan supir Mami ke rumahku, dan banyak
hal yang terlalu banyak kalau harus dijabarkan.
Walaupun kebersamaan harus terpisah karena beda jurusan, walaupun
canggung selalu jadi penguasa perasaan jika kita harus kumpul bertiga, tapi
rasa “persahabatan” itu tetap ada. Tak berubah dan sampai saat ini belum usang
ditelan jam.
Persahabatan itu sesuatu yang lekat di hati walau tak pernah tau
lagi kabar. Persahabatan itu
yang selalu dirindukan walau sebenarnya tak ada alasan untuk merindukannya. Karena memang pada dasarnya waktu
terus berputar dan pengganti akan ada tetapi yang tertinggal hanya sesuatu yang
pas di hati. IVTC3.
Teruntuk Mami yang malam ini ku rindukan,
Mungkin Mami melupakan tapi aku tidak, mungkin Kami tak perlu
diingat tapi aku ingat, mungkin kami hanya masa basi yang sudah seharusnya
dibuang tapi Mami bukan sesuatu yang basi, Mami bukan seperti itu …
Mungkin jalan yang Mami pilih jauh berbeda dengan jalan Kami,
tapi sungguh itu semua tak merubah apapun yang melekat dihati …
Mami, walau keadaan berubah tak lagi sama, tapi Mami akan selalu
sama, the best friend I’ve ever had.
Miss you : )
**Cuma photo ini yang berhasil ditemukan :( **
Diposting oleh Yully Aswita di 01.26 0 komentar
Berdialog Dalam Diam
Kamis, 13 Desember 2012
Dia diam,
diamnya dia nyaman. Dia diam, diamnya
dia tentram. Dia diam, diamnya dia pengertian. Dia diam, diamnya dia jawaban.
Dia melihat apa
yang orang lain tak bisa lihat. Dia mendengar apa yang orang lain tak bisa
dengar. Dia diam, hanya matanya saja yang tak pernah berhenti menatap,
memandang dengan lekat-lekat. Dia diam, hanya telinganya saja yang tak pernah
tuli, mendengar tiap nada-nada janggal
yang terucap, tiap-tiap kata yang terasa dibuat-buat.
Diamnya dia
dialog, diamnya dia getir tanpa sakit, diamnya dia perisai tangisan.
Dia hanya perlu
melihat, dia hanya perlu mendengar. Tak pernah butuh lebih dari diamnya, cukup
dia ada, berbicara tanpa kata, berdialog dalam diam.
Diposting oleh Yully Aswita di 00.41 0 komentar
Sabtu, 08 Desember 2012
“Hati kamu mungkin memilihku, seperti juga hatiku
selalu memilihmu. Tapi hati bisa bertumbuh dan bertahan dengan pilihan lain.
Kadang, begitu saja sudah cukup. Sekarang aku pun merasa cukup”.
- Perahu
Kertas -
Diposting oleh Yully Aswita di 19.22 0 komentar
Manusia
Minggu, 02 Desember 2012
Malam yang asing, dengan
setiap detail kehidupan menggelayut manja di pikiran. Tentang
kemunafikan-munafikan kehidupan, tentang drama-drama yang kadang tidak sesuai
di lakonkan sang pemeran, tidak pantas. Tentang tangisan yang pada kenyataannya
tersirat jelas kebahagian. Belum lagi tentang setiap keresahan yang
disembunyikan dibalik topeng, “topeng tampang baik-baik saja”. Terlalu banyak topeng.
Beragam cara dilakoni
manusia untuk tetap bertahan di dunia yang kejam, kejam karena mungkin
dirasakannya tidak ada keadilan, kejam karena baginya perputaran waktu yang
begitu cepat sehingga ia terlempar dari kotak bahagianya, entahlah. Dunia itu
kejam, entah terkadang, atau selalu kejam?
Aku tidak paham.
Ada yang bertindak begitu
bodoh demi mendapatkan penilaian “baik ” di mata orang lain. Apa orang yang
baik selalu dekat dengan tindakan bodoh?. Ada yang angkuh, sok tegar, sok
segalanya, demi menutupi setiap kekurangannya. Realita yang tak asing lagi
bukan? Ada yang hobbynya cari-cari
perhatian dengan cara bertindak sangat lebay, atau bertindak sangat cuek.
Manusia itu banyak ragamnya.
Ada juga jenis manusia
yang rela tidak menjadi dirinya sendiri hanya demi penilaian dari mulut-mulut
orang yang sebenarnya belum tentu bisa dipercaya. Ada lagi yang tidak pernah mendengarkan
penilaian dari orang lain. Ada yang hidup dalam pujian, ada yang terperuk dalam
cacian. Semua orang punya pikiran masing-masing, jalan hidupnya masing-masing.
Jalan kemunafikannya masing-masing, jalan yang menurutnya itu yang terbaik.
Karena semua masing-masing, semua jadi beragam, semua jadi berbeda, dan menyikapi perbedaan hanya dengan cara
saling memahami, memahami kemunafikannya mungkin.
Aku bukan jenis manusia sempurna. Ralat, karena
tidak ada yang sempurna. Aku hanya manusia dari jenis biasa. Ralat lagi, aku
hanya jenis manusia di bawah garis biasa dengan cara pandang yang biasa. Gak
ada yang special menurutku.
“Semua
orang di dunia ini special” -
dengan
kata lain,
“tidak
ada yang special”. Aku mengartikannya begitu. Gak ada ukuran untuk menentukan
special atau ngganya seseorang. Manusia ga punya alat ukur untuk itu, semua
sama-sama ciptaan Tuhan dan untuk apa mengagung-agungkan atau merendahkan yang
pada hakikatnya sama-sama captain Tuhan? Ga penting kan ya, toh semua Cuma beda
di nasib dan takdir. Menghargai diri sendiri itu jauh lebih baik, menurutku.
Aku manusia di bawah
garis biasa, pernah munafik, pernah baik, pernah salah, pernah benar, pernah
jujur, pernah dusta, pernah angkuh, pernah merendah. Mungkin lebig banyak
melakukan hal-hal yang tidak disukai orang lain daripada melakukan hal-hal yang
menyenangkan orang lain.
Aku berlakon sesuai dengan keadaan saat itu.
Mungkin salah, mungkin benar. Kembali pada penilain orang lain, lagi kan? Ah,
sudahlah.
Aku malah senang dengan
ragam manusia di bumi ini, lebih berwarna, lebih berbeda, dan lebih
menyenangkan ketimbang sama yang akhirnya menjemukan.
Hidup cuma proses, waktu cuma tolak ukur untuk kematangan berpikir dan
bersikap, usia cuma angka sudah bernafas selama apa di bumi ini.
Diposting oleh Yully Aswita di 23.21 2 komentar
Lepaskan?
Sekeras usahaku
melupakan, sekeras caraku bertahan, ternyata kesabaranmu jauh-jauh lebih dalam.
Aku kesakitan
tapi kau tak paham.
Kapan aku
kau lepaskan? Lepaskan dalam arti sebenarnya. Lepaskan dalam arti melupakan. Lepaskan
dalam arti sebenarnya merelakan. Lepaskan dalam keikhlasan.
Tak pernahkah
kau lihat masa depan yang seharusnya kau perjuangkan? Bukan aku!
Aku juga jenuh
jika diperjuangkan hanya untuk
dibuang.
Diposting oleh Yully Aswita di 23.20 0 komentar
Hening Malam
Heningnya malam
membawa kegusaran. Heningnya malam menghadiahi segala kenangan, tergurat jelas
tentang setiap keindahan dan kesakitan di masa silam. Heningnya malam membawa
kembali perasaan, mengisi kekosongan, memberi kegundahan yang pada akhirnya
menjadi sumber tangisan. Diamnya malam tak selalu mendamaikan, terkadang
memilukan. Diamnya malam tak selalu memberi keindahan, ada duka yang
tersembunyi yang kadang siap menerjang.
Di mana
kenyamanan yang sering ku temui dalam hening dan diamnya malam?
Mengapa tak
lagi ku temukan?
Diposting oleh Yully Aswita di 23.18 0 komentar
Langganan:
Postingan
(
Atom
)